Reading the Tragic Smile Singularities of the Short Story Senyum Karyamin by Ahmad Tohari

Via Ajeng Mulyani
Angger Gilang Praditama
Eko Purnomo

Abstract


Penelitian ini hendak menelaah mengenai ke-saling berbagi-an (the common) dan singularities dalam cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari. Menggunakan pisau analisis Antonio Negri khususnya mengenai ke-saling berbagi-an (the common) yang merupakan wujud kekuatan biopolitis yang bersifat lentur melawan hegemoni kapital. Berangkat dari kisah para pengumpul batu yang senasib sepenanggungan di bawah kuasa tengkulak, rendahnya harga batu dan tanjakan licin yang setiap hari mereka lewati. Kondisi semacam itu membuat para pengumpul batu memiliki kemampuan biopolitis berkait ke-silih berbagi-an berupa menertawakan diri mereka sendiri. Sebagai the multitude dari rakyat kecil yang bekerja sebagai pengumpul batu, mereka saling berbagi tawa dan senyum yang mereka anggap sebagai simbol kemenangan atas tengkulak. Dalam hal ini, tokoh Karyamin sebagai salah satu subjek singular memiliki kemampuan berbagi motivasi, rasa, kepada orang-orang yang ditemuinya dalam situasi kelaparan akut dan hutang yang melilit. Kemampuan untuk tersenyum pada orang lain ketika situasi demikian barangkali merupakan suatu upaya pengembangan jejalin relasi sosial sekaligus penyelamatan diri. Meski pada akhirnya, kemampuannya berbagi senyum tetap tak dapat mengatasi kelaparan akutnya

 

This research aims to examine the commons and singularities in the short story Senyum Karyamin by Ahmad Tohari. Using Antonio Negri's analytical knife, especially regarding the common, which is a form of biopolitical power that is flexible against capital hegemony. Departing from the story of stone collectors who share the same fate under the power of middlemen, the low price of stones and the slippery slopes they pass every day. Conditions like that make stone collectors have a biopolitical ability related to mutual sharing in the form of laughing at themselves. As the multitude of lowly people who work as stone collectors, they share laughter and smiles which they regard as a symbol of victory over the middlemen. In this case, Karyamin's character as a singular subject has the ability to share motivations, feelings, with people he meets in situations of acute hunger and heavy debts. The ability to smile at others in such a situation is perhaps an attempt to develop a network of social relations as well as self-rescue. Although in the end, his ability to share a smile still could not overcome his acute hunger


Keywords


banyak orang; biopolitik; kesamaan; singularitas



DOI: https://doi.org/10.24176/kredo.v7i1.11588

Article Metrics

Abstract views : 117| PDF (Bahasa Indonesia) views : 62

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


StatCounter - Free Web Tracker and Counter View My Stats

 In Collaboration With:

 

 Creative Commons License

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

Flag Counter